Redeksi: Koleksi Pribadi
Disaat ujian ditimpakan kepada ummat manusia yg lemah serta hina ini, tak banyak yg bisa diperbuat selain pasrah dan berserah diri.
Disaat kegembiraan hati menyambut dan harapan serta keinginan akan segera terwujud didepan mata, namun musibah lebih dahulu menghampiri dan kedukaan menyelimuti jiwa.
Kita tak tau apa yg mesti diperbuat.
Kita lemah dan tak mampu mengendalikan waktu yg telah lewat.
Kita juga harusnya sadar diri dan kembali ke hadapan sang Khaliq yg Maha perkasa lagi maha penyayang.
"Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta pada-Nya. Setiap waktu
Dia dalam kesibukan."
(TQS. Ar-Rahman: 29)
Terkadang kita bertanya-tanya "dimana letak syukur jika musibah selalu menghancurkan jalan kebahagiaan?" Atau hal yg semisalnya "haruskah diri ini terus bersabar diatas tertekannya beban yg begitu berat tuk dijalani? Kapankah akhir dari semua penderitaan ini?" Dan lain sebagainya.
Kesempitan, kedukaan, penderitaan, peristiwa menyakitkan hati, dan segala bencana yg membuat sedih dan gundah bukan berarti kita harus mencari jalan pintas tercebur dalam kemaksiatan, adakalanya kita untuk bersabar. Biarlah waktu yg lewat berjalan dengan sendirinya, yg perlu kita fokuskan untuk menjadi pusat perhatian adalah masa depan. Ya, masa depan untuk selanjutnya mau kemana kita setelah ini? Memang semuanya Allah SWT yg mengatur namun tetap kita yg bertawakkal kepada-Nya wajib berikhtiar...
Meski masalalu pandangan yg sangat menyakitkan perasaan dan membuat jiwa tak tenang, buanglah dan jangan disimpan itu hanya dijadikan sebuah pelajaran tak perlu dijadikan sebuah kenangan yg pahit. Karna kenangan pahit akan merusak jalannya masa depan jika disimpan.memang dimana saja, di zaman modern ini, permasalahan yg dihadapi oleh ummat manusia sama saja. Manusia yg dibesarkan dalam latar belakang yg dibentuk oleh generasi pendahulunya, harus berhadapan dengan arus budaya global yg sama sekali baru, tapi harus disikapi, disinggung, diseleksi, bahkan diterima. Sehingga tak ada bedanya di mana pun kita hidup.
Ada sedikit cerita dimana ini adalah peran pertama saya pribadi yg menjadi sang petualang yg tidak melegenda namun petualangan dalam mencari pengalaman. Sewaktu saya berumur kurang lebih 21 tahun saya merantau ke sebuah kota yg dimana disana metropolitan yg terkenal dengan segala tindak kriminalnya dan saya hanya sebagai perantau dari desa yg tak tau kehidupan kota seperti apa dan harus bagaimana dalam mencari uang. Mengemis bukanlah hal utama dalam menentukan nasib. Pulangpun rasanya akan percuma, disinilah saya dapat menceritakannya.
Saya suka dalam setiap pekerjaan hanya saja teman dan juragan atau bos yg terkadang tidak mengerti apa yg kita rasakan. Atau mungkin kita yg kurang paham dalam bekerja sehingga bos dan teman tidak terlalu memperdulikan kita dalam bekerja. Gaji adalah dimana kita dibayar dalam bekerja bukan karna kita yg bekerja karna sejati juragan mengupah kita karna bekerja bukan karna kita hadir disuatu pekerjaan. Kalau ceritakan masalalu memang sangat menyakitkan tapi itulah keindahan kita karna memiliki masalalu yg indah namun pernah juga menyakiti. Setidaknya kita juga pernah tersakiti tapi tetap larinya pada masalalu. Baik itu diwaktu masa-masa kita sekolah maupun dalam masa kita bekerja dulu. Mungkin itu saja dari saya terima kasih sudah membaca.
